Ketika gelar tidak menjadi tujuan

Sudah hari Kamis, besok udah jumat. Rasanya sudah lama sekali tidak mengisi postingan di MP. Maklum, ketika ada mood pingin nulis, aku tidak beruntung karena tidak di depan laptop atau PC. Seorang blogger pernah menyarankanku bahwa kalau punya ide mau nulis tapi tidak ada media, maka direkam aja. Entah itu pakai handphone, atau pakai MP3 Player yang bisa ngerekam.

Kalau aku punya metode sendiri, yaitu nulis draft sms tentang topik apa yang mau ditulis. nah ketika melhat di handphone-ku, ada “utangan” topik yaitu “Ketika gelar tidak menjadi tujuan.”

Salah seorang teman di ruanganku menceritakan kalau suaminya sudah menghabiskan dana sekian puluh juta rupiah untuk mengikuti kuliah pascasarjana, namun karena kesibukannya yang sangat tinggi, suaminya tersebut tidak menyelesaikan thesisnya dan akhirnya di DO. Namun, yang menarik bagiku adalah refleksi dari suaminya atas kejadian ini, yaitu tetap tidak merasa rugi dengan “menghamburkan” uang sebanyak itu untuk sebuah gelar Master bla..bla..karena justru dengan perkuliahan itu ia bisa mengenal dunia pasar saham dan jauh mendapat lebih banyak apa yang sudah ia keluarkan untuk biaya kuliahnya. Bahkan, suaminya menghadiahkan sebuah laptop untuk temanku tadi sebagai hadiah perkawinan mereka.

Yeah…aku salut bagi mereka yang benar-benar tetap berusaha belajar tanpa memedulikan gelar-gelar akademis yang seringkali membuat orangnya merasa “berat” menyandangnya. Termasuk aku tidak setuju dengan “pembedaan” perlakuan bagi kandidat beasiswa yang sedang hamil untuk tidak diperkenankan mengikuti kegiatan perkuliahan.

Sistem pendidikan di Indonesia ini bisa kukatakan, banyak tuntutan, tetapi tidak mau berkorban meningkatkan kualitas. Seolah-olah yang harus bertanggungjawab untuk bagusnya pendidikan di negara ini adalah Depdiknas. padahal, berapa banyak pajak yang sudah saya bayar? Sekolah aja mahalnya minta ampun.

Fyuuhh…..
capee dehh

Comments are closed.