Mudik

Mudik pada saat lebaran maupun hari raya besar keagamaan lainnya cukup lumrah di negeri ini. Harian The Jakarta Post  mengatakan bahwa pada saat lebaran orang-orang melakukan semacam ‘kegilaan’. Data Korps Lalu Lintas Polri menunjukkan, sampai Kamis (23/8) sudah 686 orang yang tewas (Harian Kompas 24/8/2012). Apakah ini sekedar data-data saja, atau tidak ada tindak lanjutnya?

Mudik merupakan gawean nasional sama halnya dengan pemilu legislatif, pemilihan presiden, sensus penduduk, dan sebagainya. Namun tidak seperti ‘kepanitiaan’ nasional lainnya. Siapa yang mengurus mudik nasional? Sangat sedikit. Lagi dan lagi adalah pihak kepolisian lalu lintas, Departemen Perhubungan, Moda Angkutan Darat, Laut, dan Udara, serta dari pihak media elektronik. Permasalahannya adalah Pemerintah sepertinya membiarkan/mengabaikan data-data pemudik yang meninggal dunia, antrean di jalan raya, antrean penumpang di stasiun kereta api dan bandar udara. Lalu apakah bila terjadi gawean seperti ini tahun depan, 500 orang akan menunggu ajal lagi?

Daripada mengutuki kegelapan lebih baik menyalakan sebatang lilin. Apa yang dilakukan TNI AL melalui kapal laut yang membantu menyeberangkan pemudik bermotor dari Jakarta ke Jawa Tengah seperti gambar berikut, patut diapresiasi. Di tengah pelayanan transportasi darat yang sepertinya tidak ada solusi, serta yang disalahkan adalah pengendara yang mengantuk, adalah suatu langkah inovasi melakukan hal seperti ini.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Inilah mungkin yang dinamakan kebijakan yang tidak berbasis budaya. Semua pihak merasa telah bekerja, namun tidak melandaskan pada kebutuhan rakyat. Semoga tahun depan tidak ada lagi korban jiwa akibat salah urus.

Comments are closed.