Referendum….solusi kah?

Headline Kompas hari ini memberitakan tentang referendum yang diajukan oleh warga Yogyakarta berkaitan dengan status keistimewaan Yogya. Saya tidak mau ikut-ikutan dengan demonya atau apa isi materinya, tapi yang membuat saya tertarik adalah spanduk atau balihonya itu loh, dibuat dengan font yang menarik dan penuh warna warna. Berbeda dengan font pada spanduk-spanduk unjuk rasa lainnya biasanya menggunakan font Arial atau font yang kaku, membosankan dan rada angkuh. Disini tidak. Terlihat dan terkesan bersuasana damai.

Memang setelah referendum di Dilli, tahun 1999 lalu, istilah referendum makin sering saja digaungkan di daerah-daerah khusus Indonesia. Sebuat saja Aceh. Hal itu menunjukkan gejala apa? Saya rasa selama ini berarti tidak ada kepdulian dan bentuk nyata dari Pemerintah Pusat dengan Provinsi atau daerah yang ada di lingkup NKRI. Kebetulan saja Aceh dan Jogja yang mendapat status khusus, nanti daerah yang lain minta status mirip-mirip seperti itu. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketatanegaraan kita juga masih payah merumuskan bagaimana tata negara yang baik, jangan sampai ada negara dalam negara. Jujur saja, dengan adanya seperti Qanun di Aceh atau apalah nanti di Jogja sana akan mengundang “keinginan” serupa dari daerah yang menganggap dirinya juga istimewa. Sejauh apa kekhususannya, ini juga menjadi persoalan. Diskriminasi pendaerahan juga akan menimbulkan kecemburuan. Selain itu, apakah pemimpin di daerah tersebut juga cakap memimpin rakyatnya? Apakah ada jaminan dengan status kekhususan tersebut membuat rakyat semakin bagus tingkat kehidupannya? Alangkah baiknya pemerintah tidak perlu terjebak dengan status-status seperti itu, jalankan saja perencanaan secara nasional. Niscaya rakyat juga akan makmur sejahtera. Amin

Comments are closed.