Retinentia

Bandung sore kemarin tidak hujan. Sepulang dari daerah cihampelas, saya berberes sebentar dan meniatkan diri ke toko buku. Rasanya, sudah lama sekali saya tidak mencuci mata sekedar untuk mengetahui apa saja perkembangan terakhir di dunia buku. Selama tahun 2020 inipun, belum ada lagi tawaran untuk siaran bareng untuk membahas buku di radio.

Setelah mumet dengan urusan skor-skor indikator yang membuat mata saya lelah, saya ingin sedikit menghibur diri. Yang menjadi pemantik sore kemarin adalah eflyer dari salah satu bank swasta yang berulangtahun memberi diskon besar untuk pembelian buku. Sudah lama saya tidak ke daerah supratman, disana ada dua toko buku favorit saya. Saya mengingat sekitar sepuluh tahun lalu sewaktu bertugas di bandung, pernah jalan kaki dari Itenas ke supratman pulang pergi hanya untuk membeli buku. Lumayan jauh dan pegel.

Saya meniatkan diri untuk berjalan kaki. Aplikasi penghitung jarak saya nyalakan. Saya menyusuri jalan-jalan utama seperti jalan riau, cihapit, ciliwung hingga supratman. Suasana jalanan nyaris sama, hanya tampak lebih semrawut dan tidak tamah bagi pejalan kaki. . Sepertinya tidak ada yang terlalu berubah, hanya pikiran saya yang mengembara karena merasa pernah melewati jalan tersebut dengan beberapa momen.

Saya tiba dalam waktu tempuh hampir satu jam. Setengah jam lagi toko akan tutup.lokasi rak-rak buku masih saya kuasai. Dan saya memutuskan untuk membeli buku ini, semata-mata untuk mendapatkan struk bertanggal 20 februari 2020 –sungguh sangat-sangat tidak penting memang—tapi hal apa yang memang penting dalam hidup selain membuat hati gembira? Hati gembira adalah obat, kata pemazmur. Yah mungkin semacam pembenaran atas dosa-dosa para penimbun buku.

Buku pertama adalah perempuan bernama aarjuna karangan remy sylado. Sengaja saya beli yang edisi empat karena membahas tentang bataklogi. Buku edisi pertama tentang filsafat, buku kedua tentang javanologi, dan seterusnya ada minahasa dan sunda. Novel remy sylado memang kaya dengan gizi pengetahuan. Tidak banyak permenungan, namun harus dicatat, referensinya sangat melimpah. saya memeriksa tokoh-tokoh yang diceritakan dalam novel itu pada daftar catatan kaki, tidak nyampe 30% saya tahu. Buku keedua ini adalah sajak tentang Don Quixote oleh gunawan Mohamad. Novel Don Quixote versi ringkas sudah saya baca, dan memang, meski ringkaspun sudah tergambar keanehan, ketidakmasukakalan, imajinasi bercampur fakta, namun prinsip yang teguh dan integritas Don Quixote menjadi cerita yang menarik untuk dibahas dan dimaknai kembali. Saya sudah lihat versi terjemahan lengkapnya oleh penerbit Obor yang baru terbit pertengahan 2019 lalu, namun saya tidak mau menambah dosa.

Kedua buku ini menjadi penanda di bulan kedua dua puluh dua puluh, bahwa kesungguhan membaca buku itu penting untuk kewarasan jiwa dan kebugaran nalar.

setengah jam berlalu

saya memutuskan pulang

tidak lagi dengan berjalan kaki,

saya sedang tidak mau bermain hujan.

hws21022020