Rumah Kita: suatu telaahan kolaborasi.

Istilah social distancing menjadi marak karena inilah cara yang efektif (selain cuci tangan) untuk menghindarkan diri dari SARS COV2, penyebab penyakit saluran pernafasan akut yang belum ditemukan vaksinnya hingga kini.

Konsekuensi logisnya adalah terpisahnya (sementara) suatu kegiatan perjumpaan fisik. Tiada lagi sarapan bersama, berangkat bekerja bersama, atau bercanda bersama secara fisik. Semua berubah. Manusia di belahan bumi global bersama-sama menarik diri dari kebersamaan itu, untuk paling tidak menekan laju Virus mahkota itu.

Terinspirasi dari video yang dirilis oleh Najwa Shibab, beberapa rekan menginisiasi dengan apik proyek kolaborasi ini. Video ini merupakan bentuk ‘melawan’ dengan kalimat lain: meski tak bersama, bukan berarti tiada karya. Meski tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir, paling tidak mari berhitung: berapa karya yang sudah dihasilkan. Proyek video ini merupakan hasil kolaborasi yang “dipaksa” oleh social distancing pandemi. Saya rasa, ketika suatu karya dibuat dengan sukacita, akan menghasilkan kepuasan yang luar biasa. Meski jauh dari nuansa profesional, video ini merupakan karya yang lahir dari keprihatinan betapa berharganya rumah saat ini. Rumah menjadi tempat “melawan” virus yang mengintai pada jarak yang dekat, keramaian, dan kebersamaan (fisik).

saya hanya bagian hore-hore di sini, ikut meramaikan. Biar tidak lupa, saya sebutkan nama-namanya: Pak Abdul Karim sebagai ideologist (yang punya ide awal maksudnya) Pak Budiman M sebagai pianis, Megi Irawan sebagai komponis. Selebihnya adalah para artis dadakan: Irfan Rinaldi, Daniel Setyo Budi, Agung Adhy Rachman, Adi Rano, Itep Kustiana, Irlangga, Yansen Fictor Pangaribuan, Mega Yulita, Ridha Ilmiah, Dini Oktaviani, Monica Tri Lestari, M. Ary Wicaksono, Billy Destavian.

Semoga terhibur. Rumah Kita: suatu telaahan kolaborasi.