The Road and The Window

Minggu lalu, tepatnya Hari Senin 9 Mei 2016, saya menginjakkan kembali ke ibukota Jakarta setelah kurang lebih sebulan berada di ranah Minang.
Sudah lama saya rencanakan untuk mengurus KTP Tangerang Selatan saya yang sudah kadaluarsa sejak Februari lalu. Itulah yang membuat saya harus kembali ke daerah bilangan Bintaro dan sekitarnya untuk mengurus perpanjangan KTP dan menelusuri jalan-jalan memori tersebut.

Singkat cerita, ternyata saya harus membuat perpindahan KTP, dan kantor RW hanya buka malam. Saya beruntung teman saya sejak SMA hingga kuliah, Samuel (Sammy) meminjamkan kamarnya untuk saya agar bisa beristirahat dari siang sampai sore. Saya selesai dari kantor RW sekitar pkl. 20.30, dan proses selanjutnya akan saya lanjutkan keesokan harinya. Saya dikabari oleh Sammy bahwa ia pulang tengah malam dan janjian ketemu di Epicentrum Walk.

Dari Bintaro ke Kuningan. Hm…bayangkan sendiri jauhnya. Saya menempuhnya dengan sepeda motor yang sudah sembilan tahun bersama dalam waktu satu jam kurang.
Ternyata, di Epiwalk saya disodori tiket nonton film perdana The Window oleh temannya Sammy, yaitu Mbak Putri, seorang pekerja di dunia film. Sebelum ke studio XXI Epiwalk, saya berpapasan dengan Dian Sastro yang termasyhur di lobby Epiwalk. Memanglah rupawan sekali beliau itu, sayang nggak sempat minta foto bareng, hahaha.
Singkat cerita, saya, Sammy dan Mbak Putri masuk ke studio XXI dan mulai menonton film tersebut, dimana sebelumnya ada acara pembuka oleh sutradaranya, Nurman Hakim.
image

Tokoh utama film The Window adalah Titi Rajo Bintang sebagai Dewi, seorang gadis yang pulang dari Jakarta ke Jogja karena diminta oleh ibunya. Peristiwa dalam film ini sekitar Mei 1998, pada saat pergolakan reformasi di Indonesia.

Dewi memiliki saudara perempuan yang sakit mental. Ayahnya seorang pegawai di perusahaan tembakau dan ibunya seorang perempuan yang sangat patuh pada suami.
Konflik muncul pada saat Dewi menyadari ada yang tidak beres di rumahnya. Ia menyaksikan perubahan yang ganjil pada saudara perempuannya, serta melihat ayahnya yang sangat dominan dalam rumah mereka. Sementara itu, seorang laki-laki yang menjadi tetangganya adalah pelukis spanduk yang suka menjemur lukisannya di sebelah rumah, dan Dewi selalu melihat hasil lukisan tersebut lewat jendela rumahnya.

Runtutan konflik mengalir lambat dalam film ini. Akting Titi maupun Landung Simatupang sangat apik menguatkan karakter tokohnya. Sepertinya bila diikutkan dalam festival film, maka boleh jadi ada satu dua nominasi dari tokoh utama film ini.
Sayangnya, ada beberapa detil adegan yang luput dari editor film ini, diantaranya adalah: adanya jembatan penyebrangan orang busway, adanya colokan listrik pada kereta ekonomi, dan adanya penampakan lokomotif jenis.CC206 dimana penempatannya tidak sesuai dengan konteks zaman tahun 1998.

Peluncuran film ini diakhiri dengan pemberian buku catatan saku kepada seluruh pengunjung. Sekilas saya melihat ada Christine Hakim dan Goenawan Mohammad, namun saya tak sempat mengambil fotonya.
Ada kesempatan minta foto bareng pemeran utama, saya minta bantuan Sammy untuk mengabadikan saya dengan Titi Rajo Bintang, wanita berdarah minang asal daerah Danau Maninjau, Kab. Agam.
image

Perjalanan saya panjang sekali hari itu. Sepulang dari sini saya dan Sammy masih singgah ke Seven Eleven Bintaro, menunggu pagi dengan bercerita, dimana ia melanjutkan penerbangan ke Balikpapan dan saya ke Kantor Kelurahan.
Dan sampai sekarang, KTP saya belum selesai.
Sekian.

Bandung, 17 Mei 2016
Ps. postingan ini dibuat dalam rangka taruhan. Sekian.

Comments are closed.