Feeling Guilty

beberapa hari lalu aku merasa bersalah, karena harus melakukan wawancara dengan orang yang saat itu sedang menunggui istrinya melahirkan. dia tidak cerita sampai wawancara selesai,dan ia berjanji besok datang lagi.Baru setelah ia pamit ia cerita kalau istrinya sedang di rumah sakit saat itu.

wuiih…aku merasa bersalah sekali, lalu aku katakan, “mengapa Bapak tidak cerita dari awal?” ia hanya tertawa. kami tukeran nomor handphone, dan aku sms dia, “semoga istri Bapak lancar menjalani proses persalinan”. Besoknya ia datang lagi sesuai janjinya, dan aku mengucapkan selamat atas kelahiran anaknya, seraya menanyakan Putra atau putri, “Putri”, jawabnya. “yang keberapa pak?” tanyaku lagi, “yang kelima!”.

satu hal lagi yang membuatku merasa bersalah adalah ketika ia menceritakan bahwa kemarinnya
itu operasi caesar istrinya ditunda dilakukan menunggu kehadiran Bapak tersebut, karena dialah yang menandatangani persetujuan operasi. Aku makin merasa nggak enak, aku meminta maaf kepada Bapak itu dan ia hanya ketawa,
ia bilang,
“jika saya tidak datang kesini, akan banyak orang susah saya buat dan lebih baik saya tinggalkan sejenak kepentingan saya.” 
“tapi pak, istri Bapak menyabung nyawa disana, kan lebih penting kehadiran Bapak disana”. “nggak apa-apa mas,syukurlah anak dan ibu dalam keadaan sehat”

selanjutnya kami banyak ngobrol, terkait dengan pekerjaan beliau yang kebetulan adalah sineas alumni dari IKJ, dan ia berjanji untuk mengajak saya ikut dalam penayangan acaranya di studio. Ia mengatakan kalau saat ini ia sangat prihatin dengan sinetronsinetron yang dutayangkan di televisi, hal itu merupakan pembodohan. “Kita menonton itu seperti diberaki” -maaf kasar bahasanya- tapi begitulah ia mengistilahkan sinetron2
sekarang.

Hari itu aku tidak bisa melukiskan perasaanku antara bersalah, senang, ah entahlah…tapi paling tidak aku menemukan pembelajaran dari Bapak itu. Ia punya rasa tanggung jawab dan idealissme yang tinggi.

Apa aku bisa??

Who knows…..

 

Helvry Shinaga

Comments are closed.