Hamba

Suatu saat pemandangan ini menjadi mahal dan membuat hati membuat rasa kangen. Dulu, dari belakang rumah saya di Takengon, langsung berbatasan dengan sawah tanpa ada bangunan. Dari situ juga terlihat air Danau Laut Tawar yang terpantul sinar matahari. Tetapi, sekarang tidak. Kota semakin hidup dengan tumbuhnya permukiman baru. Demikian juga belakang rumah saya telah berubah fungsi.

Saya tahu, hidup menjadi petani tidaklah mudah. Terlebih mengerjakan lahan yang bukan miliknya. Hampir tidak ada petani yang kaya raya. Harga gabah segitu-segitu saja, tidak mampu membayar kebutuhan terlebih keinginan karena mungkin sudah tergadai panen mendatang di kantong tengkulak. Mengapa kita hanya mengagumi keindahan kasat mata, sementara ada kemiskinan karena ketidakadilan sistem. Bukan karena uang. Tapi hamba ketidakadilan yang ajeg, mapan, dari masa ke masa. Tak heran, menjadi buruh pabrik adalah pilihan jitu di tengah kesempatan sempit. Pun setelah ini return on asset yang lebih jadi hitungan pemodal. Passive income, katanya. Memangnya, adakah kerja yang pasif?

Saya pun tak berlama-lama, saya juga menjadi hamba.

BD 22-12-2020