Menjadi Penduduk Indonesia

KTP elektronik

Dalam angan-angan saya dulu, saya berpikir mengapa saya terlahir di Indonesia, ujung Sumatera dan di kota kecil?. Mengapa ada manusia yang berkulit merah, bermata biru, dan berambut pirang? Mengapa ada banyak bahasa di dunia? Sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan seperti itu masih bergulir sampai sekarang. Apa yang saya simpulkan adalah bahwa ya seperti itulah..Anda tidak dapat memilih siapa orang tua Anda, apa warna kulit Anda, dan apa bahasa Anda. Terima saja. Titik.

Oke. Saya menerimanya, dan saya terlahir sebagai penduduk Indonesia yang ramah penduduknya dan indah alamnya. Lalu, apa tandanya saya sebagai penduduk Indonesia?

Yang paling mendasar adalah saya (seharusnya) terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Bagaimana mungkin seorang warga negara tidak terdaftar? Mungkin. Sangat mungkin. Akibat pengadministrasian kependudukan yang kacau. Jika Anda melihat berita saat ini yang lagi ngetrend adalah kasus megakorupsi KTP elektronik, maka seharusnya yang lebih berbahaya adalah tidak terdaftarnya Penduduk (Indonesia) dalam basis data kependudukan.

Pengalaman pribadi, saya baru memperoleh KTP elektronik pada Agustus-September 2016 lalu setelah melalui drama yang sangat panjang. Awalnya saya terdaftar di Tangerang Selatan. Berhubung KTP lama saya sudah berakhir masa berlakunya (masih kertas berlaminasi), saya bermaksud memperpanjang KTP tersebut. Namun, ketua RT tempat lama saya, menolak dengan alasan bahwa saya tidak lagi berdomisili di sana. Masuk akal. Mulailah drama yang panjang:

Minta surat pengantar RT diketahui RW

Pengantar dari Kelurahan

Pengantar dari Kecamatan

Mendaftar pindah domisili dari Dinas Dukcapil Kota Tangsel.

—break—

Di tempat alamat baru: Tapos, Depok.

Minta pengantar dari RT diketahui RW

Datang ke kelurahan

Antar berkas ke Dinas Dukcapil Depok

—Tunggu seminggu–

Bawa surat ke kelurahan

Persiapan perekaman data kependudukan.

Sistem offline

Datang lagi ke kelurahan

Rekam

–Tunggu seminggu–

Jemput KTP.

Melihat berita korupsi KTP elektronik, saya marah dalam hati → mendingan ditulis kayak gini.

Kenapa?

Karena menjadi penduduk Indonesia, harusnya saya dimudahkan. Itu hak saya. Itu kewajiban pemerintah. Dan mengetahui untuk penyelenggaraan KTP elektronik ini “dimakan” sekian trilyun, teringat “perjuangan” saya memperoleh sekeping kartu plastik dan selembar surat (yang katanya kartu) selama kurang lebih 3 bulan. Tidak dapat saya kebut karena saya bekerja di Bandung.

Ah memang nasib saya tidak dapat memilih siapa Pemerintah saya. Kalau wakil rakyat? Ah, saya mungkin skeptis. Tidak percaya lagi mereka-mereka itu berpihak pada rakyat. Agar mendorong supaya administrasi pencatatan kependudukan nggak pakai ribet dan buang-buang waktu. Tetapi malah melakukan permufakatan jahat merampok uang negara.

Dan sekarang mereka berbantah tidak menerima serupiahpun, sedolarpun, se apapun.

Cukup kenyang dengan drama seperti itu.

Dan sekarang saya masygul …

STNK motor butut saya juga belum dipindah…

Alamak….

Dari atas KA Lodaya Malam.

Comments are closed.