Nil novi sub sole

Hai apa kabar. Semoga terus merawat kewarasan, meski jiwa kadang menangis.

Masih dalam perayaan kultural, bahwa perayaan apapun di negeri tercinta ini ditandai dengan perjumpaan dan sedikit kemewahan makanan. Karena itu, meski tak merayakan secara keagamaan, suasana lebaran hadir di tempat saya melalui makanan ketupat dan opor ayam.

Saya kagum dengan filosofi ketupat dimana bentuknya segiempat bermakna empat mataangin yang menunjukkan arah utama dalam perjalanan (hidup), sementara kulit ketupat yang membungkus beras bermakna pengendalian terhadap nafsu manusia.

Lagi-lagi, persoalan kemanusiaan adalah perihal hidup manusia dengan sesamanya. Hanya karena perjumpaan, manusia dapat bergembira. Entah karena berjumpa secara fisik atau memang berjumpa dalam hatinya tentang sesuatu yang diinginkan ataupun yang dinantikan. Tak beruntungnya, sekarang adalah praktik perjumpaan antarmanusia dengan sangat terstruktur dilarang dilakukan, karena virus memang bertahan jika ada perjumpaan.

Karena ketidakutuhan pemahaman atau barangkali akal dan pikiran kita sedang menyusun jalan bertahan, kita mau tak mau masuk dalam situasi baru. Ternyata membentuk kebiasaan bukan perkara hasil, tetapi proses yang terus -menerus. Entah karena disadari atau tidak. Barangkali di suatu masa kelak, akan aneh jika tidak berjumpa secara virtual. Akan aneh jika tidak memegang gawai. Atau merasa aneh jika tak terhubung internet.

Baiklah, anggaplah saat ini saya sedang meretas rasa takut. Mencoba berdamai dengan keramaian. Berjumpa kembali dengan sejawat nara blog buku yang (kebanyakan) lebih nyaman berada di ruang sunyi.

Nil novi sub sole, tidak ada yang baru di bawah matahari.

Harapan baru yang mungkin terus disemai.

Semoga panjang umur.