Prima

Minggu-minggu ini merupakan minggu yang sedikit melelahkan. Ditambah kondisi cuaca hujan setiap pulang kantor membuat badan lebih suka rebahan dibanding diajak jalan.Berita tentang virus corona yang mengakibatkan korban jiwa tampaknya tidak begitu terdampak di Indonesia.

Namun, perkara demam di negeri orang seperti Malaysia, Singapura, Cina, Hongkong, tidak sesederhana yang kita bayangkan. Begitu alat pengukur suhu menunjukkan suhu di atas 37 derajat celcius, maka rentetan tahapan pengujian harus dilakukan. Isolasi, cek dahak, cek darah, wawancara tempat terakhir yang dikunjungi, dan sebagainya. Sakit saja repot, apalagi mau sembuh.Kira-kira itulah kado awal tahun pada tahun tikus atau tahun berkabisat 2020 ini. Dunia gempar karena Corona, sedangkan Indonesia disambut dengan hujan besar. Saya jadi teringat pada Pak Muslimin yang lahir pada 29 Februari. Ia tersenyum saja ketika saya tanyakan bagaimana ia merayakan ulang tahunnya di tahun-tahun berikutnya.

Tahun ini juga saya berada pada kilometer 37. Saya sendiri tidak tahu sampai kilometer mana saya akan berhenti. Pada bilangan prima ini, saya menyadari bahwa saya tergolong usia terpilih. Terpilih melanjutkan hidup maksudnya. Saya terpilih untuk meninggalkan tugas lama saya sebagai Auditor dan menjadi seorang penyedia jasa pelayanan keadministrasian dan evaluator. Saya mengakui tidak mudah, saya melatih diri saya untuk tidak takut. Ide-ide jika hanya pada tataran konsep, hanya akan menjadi ilusi ideal, meski berpraktikpun tidak lepas dari kegagalan dan ketidakberhasilan.

Hampir tiga minggu saya menghadapi masalah-masalah baru. Mengikuti rapat-rapat yang membosankan dan kadang tidak terencana tampaknya akan saya akrabi. Hal yang paling tidak saya syukuri adalah saya masih bekerja. Setidaknya dalam masa ini. Saya teringat pada seorang office boy (bukan boy lagi tampaknya, tapi pria paruh baya bahkan) yang harus undur karena tidak memungkinkan lagi mengerjakan pekerjaan fisik yang berat.

Saya sadari bahwa kepenatan akan hidup pun kadang membuat nalar tidak segar. Saya hanya ingin komitmen agar terus berolahraga agar nalar tetap bugar.Di kilometer bilangan prima tahun kabisat ini saya mau mengingatkan diri saya, bahwa keniscayaan hidup adalah menjadi tua. Namun menjadi bijaksana adalah suatu sikap hidup.

Hari ini meski tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal kelahiran, saya teringat belasan tahun lalu ketika di sebuah rumah kos ratusan kamar di tanah Banten, saya mendapat telepon dari ujung Sumatera yang menyampaikan selamat seraya mengabarkan air tidak hidup semalaman namun air dari mata saya yang meluncur deras.

Perjalanan hidup mengajari saya untuk tetap menghargai hidup. Entah baik ataupun buruk harinya, rayakanlah sedikit entah dengan minum kopi atau makan nasi.

Salam prima.