Memasuki akhir Oktober, kita hanya tinggal dua bulan lagi menuju 2024. Saat merenungkan sepuluh bulan yang telah berlalu, saya tidak bisa tidak menghitung berapa banyak perjalanan baru yang telah saya lalui. Dalam perjalanan tersebut, saya sering kali terkejut oleh kenyataan bahwa usia saya tak lagi muda. Tahun ini penuh dengan kejadian-kejadian yang mengejutkan, banyak dari pengalaman itu yang tidak sempat saya tuliskan. Namun, satu hal yang tampaknya kendor saya lakukan adalah merenung dan berdoa.
Di tengah kesibukan hidup, saya menyadari bahwa dalam kemisterian-Nya, Tuhan selalu mendengar setiap seruan yang saya panjatkan. Saya tidak pernah putus berdoa agar Tuhan mengasihani saya, terutama ketika kebimbangan dan keraguan mulai menerpa. Saat melakukannya, saya teringat dengan apa yang dikatakan Pater Anthony de Mello, SJ: “Carilah Tuhan dalam segala sehingga seluruh dunia penuh dengan kehadiran cinta.”
Pernyataan tersebut mengingatkan saya bahwa setiap tindakan dan keputusan yang saya ambil seharusnya berakar dari keinginan untuk mewujudkan cinta-Nya dalam segala hal. Mengapa hati kita tidak lebih sering mendengar panggilan cinta-Nya? Mengapa telinga kita tidak lebih banyak berbicara tentang harapan dan kasih sayang yang mengelilingi kita?
Ketika hati mendengar, kita menjadi lebih peka terhadap kehadiran Tuhan dalam setiap momen kehidupan. Kita belajar untuk merasakan cinta-Nya melalui hubungan dengan sesama, keindahan alam, dan bahkan tantangan yang kita hadapi. Merenungkan perjalanan yang telah kita lalui, kita bisa menemukan makna yang lebih dalam di balik setiap peristiwa. Bukan berarti mencari alasan, namun menemukan dan memberikan makna dalam tiap perjalanan.
Sebaliknya, ketika telinga kita berbicara, kita harus mendengarkan dengan empati dan mengubahnya menjadi kabar baik dan menginspirasi orang lain. Berbagi pengalaman, baik suka maupun duka, dapat menjadi cara untuk menghidupkan lilin cinta-Nya di tengah-tengah dunia yang kadang terasa penuh dengan kegelapan. Kita tidak hanya mendengar suara hati, tetapi juga menyampaikan pesan yang penuh harapan kepada orang-orang di sekitar kita.
Saya tidak menghitung berapa banyak kata yang ditabur, tetapi biarlah kata-kata itu tak keluar di dari hati yang tak mau mendengar dan hati yang tidak berbicara. Sesekali perasaan kecewa menyergap, namun saya sadar bahwa sayapun lemah, renungan Minggu lalu membuat saya memikirkan bahwa penyakit yang tampaknya sulit adalah memperbaiki relasi sesama yang rusak. Susah obatnya selain kerendahan hati yang tulus.
Akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk merenung, bukan hanya tentang apa yang telah kita capai, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat lebih mendengarkan dan berbicara tentang cinta Tuhan dalam hidup kita. Mari kita isi dua bulan terakhir ini dengan lebih banyak mendengar, lebih banyak berbicara, dan tentu saja, lebih banyak mencintai. Dengan demikian, kita tidak hanya menantikan tahun baru, tetapi juga menjalani setiap harinya dengan kehadiran cinta yang melimpah.


BD, 30102024