Keheningan sebetulnya merupakan puncak pencarian diri, kita dapat meneladani dari pemimpin umat seperti Muhammad, Isa, Budha. Perjumpaan dalam perayaan merupakan tradisi umat manusia dari berbagai bangsa, termasuk suku di Indonesia merayakan idul fitri. Dalam pengalaman masa kecil saya, merayakan idul fitri berarti berjumpa dengan kawan, merasakan lontong, atau menonton siaran televisi. Semakin dewasa, terlebih di tanah perantauan, saya justru tidak merasakan hal itu. Pun, dalam setiap libur lebaran saya tidak pernah pulang kampung halaman. Tampaknya, suasana seperti itu sudah lama sekali hadir dalam hidup saya. Terakhir tahun lalu, saya berada di tempat ini untuk menunaikan tugas, sempat menyaksikan warga sekitar dengan beramai-ramai ke mesjid melaksanakan sholat Ied dan menyaksikan keluarga yang bersalaman dari rumah ke rumah. Tiga kali lebaran saya di sini! Buat petugas seperti kami, hal lumrah tidak berkumpul dengan keluarga, bahkan di hari raya besar seperti ini. saya bersama Rekan bersalaman dengan sejawat di stasiun. Sungguh, seperti hari biasa saja, walau mungkin di dalam hatinya hati mereka terbersit kerinduan untuk pulang. Pulang dalam suasana kini, sangat mahal, langka, dan berbahaya. Saya juga merasa perlu untuk menelisik lagi, apakah pengalaman pulang saya sangat rendah sehingga bersikap sinis dengan tradisi pulang? atau sebenarnya menjadi peringatan bahwa saya harus membangun suatu padepokan sunyi sebagai tempat saya pulang?
Selamat merayakan idul fitri dalam suasana baru, mungkin dalam perjumpaan mata dengan mata di balik layar kaca. Selamat berproses. Selamat melanjutkan perjalanan ke stasiun berikutnya. hws23052020