Hari ini, tepat satu bulan yang lalu, saya melangkah keluar dari kenyamanan rutinitas dan memulai perjalanan luar biasa ke Sleman Temple Run. Segala persiapan telah dilakukan, dari membeli tiket kereta api Argo Semeru di Gambir hingga menyewa sepeda motor di Stasiun Tugu. Saya mengambil racepack di The Hilton Hotel, memeriksa lokasi acara di Candi Banyunibo Sleman, dan menikmati keindahan sunset di Bukit Bintang. Sebelum kembali ke hotel, saya menyelesaikan mie godog Jawa untuk menyegarkan tubuh setelah perjalanan yang melelahkan.
Pagi berikutnya, saya memulai perjalanan menuju acara dengan sepeda motor sekitar pukul 4.30. Meskipun awalnya ada kekhawatiran tentang jalanan sepi dan kabar burung mengenai kejahatan di Jogja, perjalanan itu menjadi refleksi diri yang membanggakan. Dari keputusan mendaftar hingga pembelian tiket kereta dua hari sebelum acara, semuanya terasa seperti pencapaian besar. Saya bangun pagi, menyanyi sepanjang perjalanan, mengusir kecemasan, dan perjalanan subuh itu menuju keberanian yang tak terduga: berlari sejauh 15 km. Namun, kecemasan saya segera sirna saat saya tiba di lokasi acara. Saya disambut oleh suasana yang berbeda dari biasanya. Orang-orang datang dengan penuh kegembiraan merayakan hidup mereka. Saya membayangkan bahwa setiap orang di sana memiliki pergumulannya masing-masing, tetapi mereka tetap berani untuk keluar dari zona nyaman dan merayakan hidup mereka. Dalam pandangan saya, terlihat usia yang jauh lebih senior dari saya tetap antusias mengikuti acara itu.
Tentang lintasan yang dihadapi, saya tidak bisa berkata apa-apa kecuali bahwa itu adalah yang terbaik sepanjang hidup saya. Seperti hidup itu sendiri, lintasan ini penuh dengan keindahan, tantangan, Ada indah, menarik, menggoda, singgah, meninggalkan. Cadas, kering, berdebu, memerahkan mata, membakar kulit, peluh keringat. dan momen yang meninggalkan kesan mendalam.
Saat menyusuri setiap langkah, saya menyadari bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam pertemuan dengan sesama. Track larinya sangat menantang, dengan medan yang bervariasi, mulai dari jalan setapak yang berkelok-kelok, tanjakan yang curam, hingga turunan yang licin. Namun, saya tidak menyerah. Saya terus berlari, sambil menikmati pemandangan alam dan candi yang indah.
Sepanjang perjalanan, saya juga bertemu dengan banyak orang baru. Kami saling menyapa, memberi semangat, dan berbagi pengalaman. Saya merasa sangat bahagia bisa bertemu dengan orang-orang yang memiliki semangat yang sama seperti saya.
Setelah berjuang selama tiga jam, akhirnya saya berhasil menyelesaikan lomba. Saya sangat bangga dengan diri saya sendiri karena bisa mencapai garis finish. Ini adalah salah satu pencapaian terbesar dalam hidup saya.Berbicara dengan orang-orang baru, memberikan semangat, dan menerima semangat dari mereka, adalah keajaiban yang sesungguhnya. Saya bersyukur telah meraih keajaiban tersebut dan menghargai keberhargaan setiap momen.
Dalam keseruan acara ini, saya menyadari bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus ditunda atau hanya dinikmati bersama orang istimewa. Saya teringat dengan apa yang dikatakan oleh Dian Sastro dalam adegan pembuka film Aruna and Her Palate, “masa untuk menikmati sop buntut enak, harus dengan orang yang tepat seperti di film-film itu? Sambil ia menyeruput sop itu dengan nikmatnya. Setiap pengalaman baru, bahkan dalam kesendirian, adalah suatu anugerah. Saya tidak perlu menunggu seseorang khusus atau pasangan untuk menikmati kebahagiaan.
Bagi saya, acara ini lebih dari sekadar lari 15 km atau mendapatkan medali finisher. Ini tentang perjalanan hidup, keberanian mengambil keputusan, dan menikmati setiap momen. Saya merayakan keberhasilan melalui pegal, kelelahan, dan kulit terbakar, karena mereka adalah bukti perjuangan dan ketahanan. Saya teringat, empat tahun lalu Ketika pertama kali mencoba trail run di Cikole Lembang, saya merasakan kebahagiaan yang lebih. Bukan finish-nya. Tapi mencoba sesuatu yang baru yang belum pernah dalam hidup. Padahal, minggu sebelumnya, saya “dibantai” para bos-bos dalam proses pelaporan audit yang saya pimpin.
Saya menyadari bahwa Sleman Temple Run tidak hanya sekadar lomba lari, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual. Saya belajar untuk menghargai hidup dan keberagaman. Saya juga belajar untuk tidak menyerah pada kesulitan, dan untuk selalu bersyukur atas apa yang saya ingini miliki.
Dengan senyum puas, kaki yang pegal, badan yang nyaris dehidrasi serta medali finisher, saya mengucapkan terima kasih pada diri sendiri yang telah berani mengambil langkah-langkah menuju Sleman Temple Run. Saya menyadari bahwa hidup tidak selalu mudah, tetapi setiap tantangan membawa kebahagiaan dan keberhasilan yang tak terduga. Saya menutup tulisan ini dengan salam hormat kepada para pejuang di Sleman Temple Run, semoga kita semua terus menjalani perjalanan hidup dengan semangat dan keberanian.
Bagi anda yang belum pernah mencoba, kiranya hidup anda tetap dipenuhi kebahagiaan.
Jakarta, awal Desember 2023. Helv01122023