Pada tanggal 22 Desember 2024, kita merayakan dua momen istimewa: Advent Keempat dan Hari Ibu. Dua peringatan ini, meskipun berbeda konteks, memberikan pesan mendalam tentang kasih, kesetaraan, dan panggilan untuk hidup yang bermakna.
Advent Keempat menandai permenungan terakhir sebelum Natal. Pada minggu ini, kita mengenang kisah Maria, seorang perempuan muda dari Nazaret yang menerima kabar luar biasa dari malaikat: ia dipilih untuk menjadi ibu Yesus, Sang Juruselamat dunia. Respons Maria yang penuh iman dan kerendahan hati tercermin dalam nyanyiannya, *Magnificat*, di mana ia memuliakan Tuhan:
> “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku… Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah.” (Lukas 1:46-53)
Maria, seorang perempuan sederhana, menjadi simbol bagaimana Tuhan sering kali memilih yang kecil dan dianggap tidak berarti untuk menyatakan kasih dan kuasa-Nya.
Bersamaan dengan Advent Keempat, kita juga memperingati Hari Ibu. Hari ini memiliki makna historis penting karena merujuk pada Kongres Perempuan yang pertama kali diselenggarakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut menjadi tonggak perjuangan perempuan Indonesia dalam menyuarakan kesetaraan hak, terutama dalam pendidikan, hak sosial, dan kesempatan hidup yang layak setara dengan laki-laki.
Hari Ibu bukan sekadar selebrasi, tetapi menjadi momen refleksi akan pentingnya kesetaraan gender. Sama seperti Maria yang diberi kehormatan untuk mengambil peran besar dalam sejarah keselamatan, setiap perempuan memiliki hak dan potensi untuk berkontribusi dalam kehidupan dan masyarakat secara setara.
Bagi saya, momen ini juga menjadi penanda pribadi. Setelah hampir lima tahun vakum dari pelayanan sebagai organis, akhirnya saya kembali. Pandemi COVID-19 membuat kita berhenti sejenak, tetapi juga memberikan waktu untuk merenung. Kini, saya merasa terpanggil untuk kembali membaktikan diri dalam pelayanan, menjadikan momen Advent Keempat ini sebagai awal baru.
Ketika saya memainkan lagu NKB 17, hati saya terharu:
> “Andaikan laut tintanya dan langit jadi kertasnya,
> andaikan ranting kalamnya dan insan pun pujangganya,
> takkan genap mengungkapkan hal kasih mulia…”
Betapa kecilnya saya dibandingkan dengan kasih Tuhan yang begitu agung dan tiada bandingnya. Syair ini menjadi pengingat bahwa hidup kita adalah respons atas kasih Tuhan yang kekal.
Advent Keempat dan Hari Ibu mengajarkan kita untuk memuliakan Tuhan melalui hidup yang penuh kasih, sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya perjuangan untuk kesetaraan. Semoga kedua momen ini menguatkan kita untuk terus berkontribusi bagi sesama, dengan penuh kerendahan hati dan semangat melayani.
Depok/Bekasi, 22 Desember 2024
Helvry Sinaga




