
Akhirnya, sepeda datang lagi! Setelah sekian lama hanya teronggok berkarat di halaman, sepeda ini kembali menemani hari-hari saya. Bisa dibilang, ini alternatif olahraga baru setelah jogging dan jalan pagi.
Sepeda ini sudah cukup senior—dibeli sekitar tahun 2007, saat saya belum lama bekerja. Dulu, setiap kali belanja ke Pasar Tebet, saya sering mengayuhnya. Waktu itu, ada keranjang di setangnya, tapi entah sejak kapan sudah dilepas. Bertahun-tahun, sepeda ini hanya menjadi barang rusak, nyaris saja saya berikan ke organisasi pengumpul barang bekas. Tapi entah kenapa, saya tetap bertahan menyimpannya, meskipun harus melihatnya berkarat di halaman.
Sampai akhirnya, ketika ultimatum dari orang rumah keluar—”Kalau nggak dipakai, ya dibuang saja!”—saya pun menyerah. Saya bawa ke bengkel, siap-siap kalau harus merogoh kocek cukup dalam. Ternyata, cukup dengan Rp400 ribu, sepeda ini sudah bisa kembali seperti dulu: ban baru, sistem pengereman diperbaiki, sadel diganti. Murah dibanding beli sepeda baru, dan yang lebih menyenangkan, kini sepeda ini bisa kembali digunakan. Tak hanya saya yang senang, adik, abang, dan keponakan juga ikut menikmatinya.
Kembali mengayuh sepeda membuat saya teringat masa kecil. Saya masih ingat betul bagaimana rasanya pertama kali punya sepeda sendiri—hadiah dari ibu saat saya kelas 2 SD. Dibeli di satu-satunya toko sepeda di kota saya, Toko Kawi di Takengon, yang kini dikelola oleh teman sekelas SD saya.
Sepeda bukan sekadar alat transportasi, tapi bagian dari banyak kenangan. Dulu saya pakai sepeda untuk belanja, pergi les, bahkan balapan dengan teman hingga jatuh dan luka-luka. Saat SMA di Medan, sepeda menjadi teman setiap Minggu sore. Kadang saya gowes jauh, sampai ke kampus IKIP Medan (sekarang UNIMED), hanya untuk menikmati perjalanan.
Hidup ini seperti sepeda. Kadang kita biarkan sesuatu berkarat begitu saja, terlupakan, hampir ditinggalkan. Tapi dengan sedikit usaha dan niat, sesuatu yang lama bisa kembali berfungsi, bahkan membawa kebahagiaan. Sama seperti sepeda ini, mungkin ada banyak hal dalam hidup yang hanya butuh sedikit perhatian agar kembali bernyawa.
Saya sadar, kebahagiaan bisa datang dari hal sederhana—sesuatu yang dulu pernah kita cintai, kemudian kita temukan lagi. Tidak harus baru, yang lama pun bisa memberikan kebahagiaan, asal kita mau merawatnya.
Dan kini, dengan setiap kayuhan, saya bukan hanya menggerakkan sepeda, tapi juga menghidupkan kembali kenangan, kebahagiaan, dan bagian dari diri saya yang dulu sempat ada.
Bagaimana dengan Anda?