Jalan Pulang 5

Sebetulnya, apa yang pasti dalam hidup ini?

Pertanyaan itu kembali menggema dalam pikir saya ketika mengakhiri hari ini. Lusinan foto dari aplikasi mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun silam di berbagai tempat. Andaikan saya berjalan ke tahun belakang dari patokan hari ini, mungkin saya akan mengingatkan saya sendiri tentang tak perlu banyak berpikir, tentang apa yang terjadi di masa mendatang.

Dua tahun lalu korona tiba di negeri ini, dengan segala ketakutan yang sangat. Kejadian saat inipun hampir sama, hanya lebih percaya diri karena vaksin sudah tersedia. Namun, kisah hidup sesungguhnya adalah bertahan. Manusia dengan keegoisannya pada akhirnya dialah yang bertahan. Sungguh, sifat egois adalah bentuk pertahanan diri. Selanjutnya, ia butuh dukungan komunal untuk bertahan, karena itu muncul saling berbagi dan menolong. Persoalannya, kalau ternyata memang siklus hidup seperti itu, apa yang membuat kita kuatir sehingga kita patut memastikan segala sesuatu cukup. Entah cukup apa, tidak tahu. Termasuk cukup untuk diterima menjadi bagian komunal, yang seringnya juga tidak menjamin lebih.

Kekuatiran akan cukup itu sebetulnya yang merampas jaminan. Pikiran ini disibukkan dengan cukup yang kriterianya tak terbatas. Entah kenapa, dan entah sampai kapan.

Kebijaksanaan Amsal mengajarkan menghitung hari-hari. Hari mengajarkan kebijaksanaan keterbatasan. Karena memang terbatas, tak semua dapat dimengerti. Karena hari memang ada batasnya.

Jumat terakhir di Januari.

DKL,28012022