Majalah Basis dan Literasi yang Memerdekakan Pikiran

Di tengah kehidupan yang serba cepat dan penuh rutinitas, menemukan ruang untuk berpikir dan merenung sering kali menjadi tantangan tersendiri. Bagi saya, salah satu cara untuk menjaga kesehatan mental dan intelektual adalah melalui literasi—khususnya lewat majalah *Basis*. Sejak pandemi, majalah ini menjadi sahabat setia yang menawarkan asupan bergizi bagi pikiran dan jiwa.



*Basis* adalah majalah cetak yang saya langgani sejak pandemi, terbit setiap dua bulan. Setiap kali datang, ia selalu menyuguhkan tulisan-tulisan bernas dari para penulis, puisi, serta cerpen yang memberikan kesegaran di tengah kebuntuan pikiran. Lewat *Basis*, saya menemukan sarana untuk sejenak keluar dari kebisingan dunia dan merenungi lebih dalam tentang apa yang terjadi di sekitar kita.

Edisi terbaru *Basis* kali ini mengangkat tema *Membaca Zaman*. Romo Magnis, salah satu penulis yang selalu ditunggu karyanya, mengaitkan kisah Stormy dan Trump dengan perumpamaan Alkitab tentang wanita pezinah dan pemungut cukai. Analogi ini membuka perspektif baru tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, sering kali terjebak dalam perasaan “terang dan benar” tanpa menyadari kompleksitas realitas di luar sana.



Tidak ketinggalan, ada juga tulisan Iwan Pranoto yang mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan berbasis nalar, yang mengutamakan kebijaksanaan, keberanian, kedermawanan, dan empati. Di masa seperti sekarang, ketika banyak dari kita cenderung terburu-buru mengambil kesimpulan, tulisan-tulisan seperti ini menantang kita untuk berpikir lebih dalam dan reflektif.

Dian Vita Ellyati, dengan cara yang memikat, menulis tentang gerakan Samin di Blora dan literasi anak-anak di Indonesia. Ia mengangkat fakta bahwa literasi kita masih belum menunjukkan perkembangan berarti dari tahun ke tahun. Tantangan ini mengingatkan saya bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca, tetapi sarana untuk membuka cakrawala, mengenali kebijaksanaan lokal, dan menghidupkan kembali kreativitas yang mungkin mulai memudar.



Salah satu pengalaman paling berharga yang saya dapatkan melalui *Basis* adalah saat mengikuti *Sekolah Basis 5.0* yang diselenggarakan di Omah Petroek. Kegiatan ini mengumpulkan berbagai pembicara berkualitas tinggi yang membagikan pengetahuan mereka tentang literasi dan membaca zaman. Saya berkesempatan belajar langsung dari tokoh-tokoh seperti Romo Sindhunata, Romo Setyo, Ayu Utami, Yustinus Prastowo, dan Irene Hiraswari. Mereka bukan hanya memberi perspektif baru, tetapi juga mengajak peserta untuk lebih peka terhadap perubahan sosial dan budaya yang terjadi di sekitar kita.

Pengalaman mengikuti Sekolah Basis 5.0 menjadi salah satu momen penting bagi saya. Di sana, saya tidak hanya memperdalam wawasan tentang literasi, tetapi juga berkenalan dengan peserta-peserta lain yang membawa pemikiran segar dan inspiratif. Setiap perjumpaan menjadi ruang refleksi, di mana kita saling belajar dan berbagi makna kehidupan.



Di sinilah saya melihat kekuatan literasi yang sesungguhnya—ia tidak hanya sekadar kegiatan membaca atau menulis, tetapi sebuah proses pembebasan. Literasi memerdekakan pikiran dari belenggu kebiasaan yang sempit. Ia memberi ruang bagi kita untuk berpikir lebih luas, merenung, dan mempertemukan diri kita dengan beragam ide serta pengalaman.

Setiap tulisan yang saya baca adalah undangan untuk merenung, untuk melihat dunia dari kacamata yang lebih luas, dan untuk tidak terjebak dalam pandangan hitam-putih yang menyederhanakan. Di sinilah, literasi memainkan peran penting: ia mengingatkan kita akan kebebasan berpikir, pentingnya dialog, dan keberanian untuk menghadapi kenyataan dengan terbuka.



Dengan terus menjaga semangat literasi, saya percaya bahwa kita semua dapat berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang lebih bijaksana, lebih empatik, dan lebih mampu memahami zaman yang kita jalani. Sebuah perjalanan yang tak pernah selesai, namun selalu penuh dengan pembelajaran dan pemaknaan baru. Literasi, pada akhirnya, adalah kunci bagi kebebasan sejati—sebuah kebebasan yang lahir dari kesadaran dan refleksi mendalam atas dunia dan diri kita sendiri.

—-
Ditulis di Citra Gran 22 September 2024