Malam Minggu di Stasiun Yogyakarta: Petualangan, Pertemuan, dan Kenangan.

“Nak, Hidup adalah cerita yang harus kita tulis dengan kebahagiaan, cinta, dan makna. Jangan biarkan hari-hari berlalu begitu saja; jadikanlah setiap hari sebagai bab yang indah dalam kisahmu.”

Suatu malam minggu yang penuh cerita, stasiun Yogyakarta menjadi panggung bagi berbagai perjalanan pulang. Bis-bis berkumpul mengantarkan orang-orang yang telah selesai berlibur. Di sisi jalan Mangkubumi banyak orang berkumpul untuk mengambil swafoto atau bahan untuk konten media sosial mereka. Di Stasiun, Orang-orang berkumpul di sana, masing-masing dengan tujuan yang berbeda, tetapi semua memiliki satu kesamaan: mereka ingin kembali ke tempat yang mereka sebut “rumah.”

Aku tiba di stasiun dengan rasa takjub yang mendalam. Warna-warna lampu dan suling lokomotif menambah syahdu. Aku teringat, betapa Stasiun ini memberikan daya magis dengan pemandangan itu. Presiden Soekarno pernah dari sana, entah dari pintu yang mana, aku merasa bersejarah memasukinya. Meskipun tubuhku merasa lelah dan mataku terlihat letih, aku merasa seperti berada di tempat yang ajaib. Stasiun yang diterangi lampu-lampu menjadi tempat yang memancarkan aura magis.

Aku memutuskan untuk membeli sekotak bakpia dan sebotol minuman untuk menemani perjalanan pulangku. Aku tahu, membeli bakpia di stasiun akan berlipat harganya. Namun aku menyadari, mungkin itu caranya agar semua pelaku ekonomi mendapat rezeki dari para pelancong Jogja. Aku menghempaskan tubuh yang lelah di kursi tunggu. Aku memerhatikan wajah penumpang di depan dan sebelahku. Aku merasa bangga pada diriku sendiri yang berani menerobos kekuatiran dan menjalani petualangan seminggu sebelum malam itu.

aku berterima kasih pada semesta karena dapat bertemu dengan seorang sahabat lama yang sudah lama tidak aku temui. Pertemuan itu sangat hangat dan memicu banyak ide-ide baru. Kami berbagi cerita tentang apa yang terjadi dalam hidup kami sejak terakhir bertemu, terlebih dengan pergumulan yang terus hadir tiada henti. Tak terasa memang, usia semakin menua. Aku teringat ketika datang ke rumahnya dua puluh tahunan yang lalu. Ia bercerita, rumahnya itu mau rubuh.

Ketika kereta akhirnya tiba, aku naik dengan perasaan bahagia. Aku bersyukur masih memiliki cukup uang untuk pulang dan mengejar petualangan ini. Perjalanan di Jalan Malioboro yang melegenda mengingatkanku pada betapa kaya budaya dan sejarah kota ini. Ternyata inilah perjalanan pertamaku setelah pandemi melanda. Aku mengingat kembali kursi-kursi yang pernah aku duduki sembari melihat orang-orang berjalan ramai dengan wajah yang sedih maupun gembiria.

Saat aku duduk di dalam kereta Bima yang meluncur menuju Jatinegara, aku berharap masih ada banyak perjalanan mengejutkan yang menantiku di masa depan, entah di mana dan kapan waktunya. Aku berharap akan ada lebih banyak kenangan indah yang tercipta di perjalanan-perjalanan mendatang, mengisi hidupku dengan petualangan dan kebahagiaan yang tak terlupakan. Entah sendiri atau dengan siapa.

yk, 17092023