Jejak Langkah dan Cinta

Hai Ibu tercinta,

Aku menulis surat ini dengan sepenuh cinta dan kerinduan yang mendalam, ingin berbagi tentang perjalananku di Gelora Bung Karno (GBK). Aku ingat betul bagaimana engkau dulu suka berjalan sambil bercerita.


Meski engkau telah pergi menuju surga, namun jejakmu masih hidup dalam setiap langkahku.

Perjalanan dimulai dari Stasiun Gondangdia, dan aku melanjutkan perjalanan dengan MRT menuju Stasiun Istora Mandiri. Aku mengingat betapa senangnya aku ketika pertama kali melintasi stasiun ini. Saat tiba di GBK, aku memilih untuk masuk melalui pintu nomor 7. Ternyata, di balik pintu itu terdapat hutan kota yang indah. Banyak orang berkumpul menantikan kehadiran senja yang memesona. Aku merasa seperti ingin memotret sinaran senja itu dan memberikannya padamu, Ibu.

Aku juga melihat beberapa kios di sekitar area GBK yang menjual minuman segar dan makanan siap saji seperti popmie dan camilan lainnya. Namun, di antara Gerbang D dan E, ada foodcourt yang sekarang sedang dalam pembongkaran dan tak ada penggantinya. Aku merasa sepi, Ibu, karena engkau tak ada di sana untuk menikmati makanan di tempat itu bersamaku.

Saat aku pulang dari GBK, aku melihat tempat parkir bertingkat di dekat hutan kota. Lantai paling atasnya tampak seperti tempat yang cocok untuk makan atau minum sambil menikmati pemandangan malam ke arah gedung-gedung tinggi di Jalan Sudirman. Aku berencana untuk pergi ke sana suatu hari, ingin merasakan keindahan yang engkau ceritakan padaku. Aku tahu betapa engkau mencintai pemandangan malam itu.

Aku pulang dengan menggunakan Transjakarta, melewati jembatan yang membawaku ke Halte Polda. Di sana, aku melihat pemandangan yang luar biasa. Jalan Sudirman dengan latar belakang gedung-gedung pencakar langit yang bercahaya. Aku bisa merasakan getaran hidup dari jantung bisnis Jakarta yang berhadapan dengan GBK.

Tak dapat aku pungkiri, berolahraga di tempat yang memiliki denyut yang sama membuatku selalu ingin kembali. Bukan hanya karena olahraga itu sendiri, tetapi karena aku merasakan getaran yang seirama, melebur dalam ketukan harmoni yang ada di tempat itu. Di GBK, hatiku dan langkahku bersatu dalam sebuah keajaiban yang tak terlupakan. Dan setelah itu, aku harus kembali berpisah.

Ibu tercinta, di setiap langkahku di GBK, aku selalu merasakan kehadiranmu yang tak terlihat. Meskipun engkau telah pergi, namun cerita dan pengaruhmu tetap hidup dalam diriku. Aku sangat berterima kasih atas warisanmu yang tak ternilai.

Dalam hatiku, GBK tak hanya menjadi tempat untuk berolahraga, tetapi juga tempat di mana hati dan langkah kita bersama berpadu dalam harmoni. Dan ketika aku berpisah kembali dari tempat itu, aku membawa cerita indah yang terukir dalam ingatanku. Terima kasih, Ibu, karena telah mengajarkanku arti sejati dari olahraga, keselarasan, dan keindahan yang ada di sekelilingku.

Aku akan terus menjaga derap langkah, meski aku tadi mengalami side stitch, aku melangkah dengan langkahmu, Ibu. Aku berjanji untuk menjaga kebugaran dan kesehatan diriku, serta menginspirasi orang-orang di sekitarku untuk melakukan hal yang sama. Aku tahu, meski engkau tak lagi berada di sisiku, tetapi engkau selalu ada dalam hatiku.

Dengan cinta yang abadi,

Anakmu yang rindu.